Meskipun hampir seluruh kawasan kota tuanya telah musnah kala Perang Dunia II, Frankfurt berupaya merekonstruksi tapak-tapak kenangannya.
Tiga rumah kuno dari abad pertengahan tinggalan Kekaisaran Romawi Suci di Plaza Rmerberg. Salah satu bangunannya telah menajdi Balai Kota Frankfurt selama 600 tahun, hingga kini. Terletak di kawasan kota tua pinggiran Sungai Main (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Saya berjalan dari Paulskirche di Berliner Straat menuju Plaza Rmerbergkawasan alun-alun Kota Tua Frankfurt am Maindi suatu pagi yang masih sepi. Sembari bersangai di hangatnya sang rawi, saya menyimak permainan musik seorang pengamen jalanan dekat patung Dewi Keadilan di tengah plaza itu.
Di Plaza Rmerberg tampak tiga rumah tinggalan masa Kekaisaran Romawi Suci berwarna cokelat susu. Gugusan rumah yang dibangun abad ke-15 hingga abad ke-18 itu pernah mengalami rusak berat karena perang. Namun, pemerintah kota telah merekonstruksinya hingga warga dapat menikmati keanggunan tinggalan para pembangun kota ini. Bagian dinding atasnya berundak khas arsitektur Frankfurt.
Ketiga rumah itu bukan museum karena hingga hari ini masih digunakan pemerintah kota untuk berbagai keperluan. Penampilannya pun bukan seperti nenek-nenek yang berdandan menor, tetapi sebagai gadis yang bersolek yang mampu menandingi gemerlapnya kota metropolitan nan sohor sebagai pusat bisnis dan keuangan di Eropa.
Warga Frankfurt menjuluki Haus Zum Rmer untuk rumah tengah yang menjadi gedung balai kota setidaknya selama 600 tahun itu, hingga kini. Rumah di sebelah kiri balai kota, Haus Lwenstein, kini menjadi kantor pencatatan sipil dan penyelenggaraan acara pernikahan. Sementara Alten Limpurg, rumah di sebelah kanan balai kota saat ini digunakan sebagai kantor beberapa yayasan kebudayaan.
Gereja Frankfuter Dom yang menjulang berwarna cokelat kemerahan itu menjadi penanda kota. Gereja itu pernah hancur saat perang, lalu dibangun kembali pada 1950. Sebutan Frankfurt am Main sangat erat dengan lokasi kota di bantaran Sungai Main. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Eropa masih saja memberikan kejutan istimewa bagi para pelancongnya. Untuk menjejakinya, Garuda Indonesia menawarkan rute Jakarta-Abu Dhabi-Amsterdam setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Sementara rute Amsterdam-Abu Dhabi-Jakarta setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Simak kisah perjalanan di dua benua sembari mencecapi dua budaya dalam nuansa cuaca nan ekstrem selama sepuluh hari. Kami akan mengajak Anda untuk merambahi teriknya gurun di Semenanjung Arab hingga menjejaki dinginnya kota-kota kuno di Eropa Barat dalam Kelana Dua Tradisi Benua di National Geographic Traveler Edisi Januari 2013.
(Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Tiga rumah kuno dari abad pertengahan tinggalan Kekaisaran Romawi Suci di Plaza Rmerberg. Salah satu bangunannya telah menajdi Balai Kota Frankfurt selama 600 tahun, hingga kini. Terletak di kawasan kota tua pinggiran Sungai Main (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Saya berjalan dari Paulskirche di Berliner Straat menuju Plaza Rmerbergkawasan alun-alun Kota Tua Frankfurt am Maindi suatu pagi yang masih sepi. Sembari bersangai di hangatnya sang rawi, saya menyimak permainan musik seorang pengamen jalanan dekat patung Dewi Keadilan di tengah plaza itu.
Di Plaza Rmerberg tampak tiga rumah tinggalan masa Kekaisaran Romawi Suci berwarna cokelat susu. Gugusan rumah yang dibangun abad ke-15 hingga abad ke-18 itu pernah mengalami rusak berat karena perang. Namun, pemerintah kota telah merekonstruksinya hingga warga dapat menikmati keanggunan tinggalan para pembangun kota ini. Bagian dinding atasnya berundak khas arsitektur Frankfurt.
Ketiga rumah itu bukan museum karena hingga hari ini masih digunakan pemerintah kota untuk berbagai keperluan. Penampilannya pun bukan seperti nenek-nenek yang berdandan menor, tetapi sebagai gadis yang bersolek yang mampu menandingi gemerlapnya kota metropolitan nan sohor sebagai pusat bisnis dan keuangan di Eropa.
Warga Frankfurt menjuluki Haus Zum Rmer untuk rumah tengah yang menjadi gedung balai kota setidaknya selama 600 tahun itu, hingga kini. Rumah di sebelah kiri balai kota, Haus Lwenstein, kini menjadi kantor pencatatan sipil dan penyelenggaraan acara pernikahan. Sementara Alten Limpurg, rumah di sebelah kanan balai kota saat ini digunakan sebagai kantor beberapa yayasan kebudayaan.
Gereja Frankfuter Dom yang menjulang berwarna cokelat kemerahan itu menjadi penanda kota. Gereja itu pernah hancur saat perang, lalu dibangun kembali pada 1950. Sebutan Frankfurt am Main sangat erat dengan lokasi kota di bantaran Sungai Main. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Eropa masih saja memberikan kejutan istimewa bagi para pelancongnya. Untuk menjejakinya, Garuda Indonesia menawarkan rute Jakarta-Abu Dhabi-Amsterdam setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Sementara rute Amsterdam-Abu Dhabi-Jakarta setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Simak kisah perjalanan di dua benua sembari mencecapi dua budaya dalam nuansa cuaca nan ekstrem selama sepuluh hari. Kami akan mengajak Anda untuk merambahi teriknya gurun di Semenanjung Arab hingga menjejaki dinginnya kota-kota kuno di Eropa Barat dalam Kelana Dua Tradisi Benua di National Geographic Traveler Edisi Januari 2013.
(Mahandis Y. Thamrin/NGI)